Jumat, 21 Oktober 2011

“IBU.......”

Sebuah foto usang....
Digeletak di tanganku...
Seseorang di foto itu dengan segala aura keramahannya...
Dengan segala keibuannya...
Dengan segala sayangnya...

Dialah ibuku...
Dimana rahimnya dulu pernah ditempati ragaku...
Dialah ibuku...
Dimana rahimnya dulu menjadi saksi dihembuskannya ruh ke ragaku...

Dialah ibuku...
Yang mengajarkan rasa sayangnya melalui air susunya...
Dialah ibuku...
Yang mengajarkan nyanyian indahnya melalui buaiannya...
Dialah ibuku...
Yang mengajarkan cintanya melalui dekapannya...

Dialah seorang ibu...
Yang ketika aku memandangnya maka Tuhan akan membalaskan ribuan kebaikan kepadaku...
Dialah seorang ibu...
Yang ketika aku mencium punggung dan telapak tangannya maka Tuhan akan meruntuhkan segala dosaku padanya...
Dialah seorang ibu...
Yang ketika aku mencium di simpuh kakinya maka Tuhan akan membukakan pintu surga-Nya padaku...

Ibu...
Kini aku berada jauh darimu...
Aku hanya bisa merindukan untuk dekat denganmu dari kejauhan waktuku...
Ibu...
Tahukah engkau betapa sepinya aku di sini...
Ibu...
Betapa aku ingin engkau slalu ada di ruang mataku...
Ibu...
Betapa aku ingin mencium punggung dan telapak tanganmu hingga aku menjatuhkan air mataku...
Ibu...
Betapa aku ingin bersimpuh dan berada dibuaianmu kembali...
Hingga aku tertidur di simpuhan dirimu...

Beruntung sekali orang-orang yang selalu bisa dekat dengan ibunya...
Bisa memandang wajah ibunya setiap waktu...
Bisa memapahnya ketika ibunya sakit....
Bisa selalu membuatnya tersenyum...

Ibu...
Maafkan aku yang berada jauh di sini...
Maafkan aku jika aku dulu selalu acuhkan segala petuahmu...
Maafkan aku yang tidak bisa selalu dekat denganmu...
Maafkan aku yang tidak bisa membuatmu selalu tersenyum...

Ibu....
Hanya kaulah satu-tunya kini yang bisa membuatku kuat...

Ibu...
Aku selalu mencintaimu dan merindukanmu...

(Abde Syah)

Minggu, 08 Mei 2011

“Mengenal Kalangkala, Buah Khas Pulau Kalimantan”

Hai sobat semua.... 
Kali ini saya akan sedikit bercerita tentang buah yang bernama buah Kalangkala. Hmm… mumpung pohon kalangkala di belakang rumah saya sedang berbuah, jadi saya tertarik untuk mereview tentang buah kalangkala ini. Ada sekitar 6 pohon kalangkala di  sekitar halaman rumah saya. Dan beberapa di antaranya kini sedang berbuah.


Image 1. Penampakan Pohon kalangkala




Image 2. Buah Kalangkala (Masih mentah)

Buah Kalangkala ini merupakan salah satu buah yang menjadi kekayaan alam bumi Kalimantan yang termasuk buah langka. Mungkin buah ini tidak cukup familiar di telinga anak muda sekarang. Apalagi mereka yang merupakan masyarakat pendatang atau anak yang lahir di perkotaan.

Di dalam klasifikasi tumbuhan, Kalangkala tergolong ke dalam divisio Spermatophyta (Tumbuhan biji), Sub Divisio Angiospermae (Tumbuhan berbiji tertutup), Klas Dicotyledoneae (Tumbuhan berkeping dua). Tanaman ini tergolong kedalam tanaman keras/tahunan (paranual), berupa pohon (arbor), tinggi 10 – 20 m. Percabangan jarang tidak terlalu rapat. Daun tunggal, besar, bentuk memanjang. Buah berbentuk bulat, kulit buah lunak, separoh buah ditutup oleh kelopak buah yang keras berwarna hijau. Kulit buah muda hijau, berangsur-angsur merah kalau matang. Daging buah lunak, berwarna putih. Biji berbentuk bundar, keras berwarna coklat.



Image 3. Buah Kalangkala baru dipetik

Walaupun pohon kalangkala ini berbatang besar kalau sudah tua, tapi batangnya ternyata rapuh terutama pada dahannya. Saya terus terang takut juga kalau manjat dan menjejakkan kaki saya di dahan dan cabang pohon kalangkala ini.

Memetik buah kalangkala haruslah dalam keadaan buah sudah cukup tua. Biasanya warnanya hijau agak kemerahan. Kemudian diperam. Biasanya satu sampai dua malam juga sudah masak dan siap untuk diolah sebagai pelengkap hidangan makan.


 Image 4. Buah kalangkala yang akan diperam.

 
Pada dasarnya pohon kalangkala ini tumbuh secara liar. Kalangkala memang buah hutan yang kerap menjadi santapan burung enggang, monyet, musang dan lainnya, namun oleh masyarakat Kalimantan dijadikan sayur yang disajikan bersama nasi. Sebagai hidangan pelengkap, kalangkala tentu memiliki cita rasa tersendiri bagi penikmatnya. Walau tumbuh liar, kalangkala masih dapat ditemui di pasar-pasar tradisional. Namun, seperti buah-buahan pada umumnya, kalangkala berbuah secara musiman. Sehingga hanya dapat ditemui pada waktu-waktu tertentu saja.

Buah kalangkala ini biasanya sangat enak sebagai teman makan nasi. Untuk menyantap buah kalangkala ini harus diolah dulu. Cara mengolahnya sangat sederhana. Kalangkala dicuci hingga bersih. Kemudian cukup merendamnya dengan air hangat (80 derajat celcius) dan taburi sedikit garam. Rendam minimal selama satu jam sebelum dihidangkan. Warna daging yang tadinya hijau akan berubah merah muda saat matang. Dengan demikian kalangkala sudah bisa dinikmati.


Image 5. Buah kalangkala yang sudah direndam dan siap untuk disajikan

Biasanya buah kalangkala dihidangkan dalam piring bersama potongan bawang putih dan merah yang diberi sedikit garam, terasi dan air. Bila suka, terkadang ditambahkan potongan cabai dan ikan asin yang dilumatkan (penyet) dalam piring tersebut.

Cita rasanya gurih dengan sedikit rasa masam dan gurih mirip buah alpukat. Rasa asin dari garam tentu menambah semarak rasa kalangkala. Sudah barang tentu dari cita rasa inilah orang-orang terdahulu gemar mengkonsumsi kalangkala.

Hingga saat ini belum ada penelitian yang mengungkapkan kandungan gizi buah kalangkala ini, namun dari aroma dan rasanya yang mirip buah alpukat, diyakini buah ini memiliki kandungan lemak yang baik untuk tubuh dan memiliki protein yang tinggi.

Bagi sobat Abde yang pengen “manjaruk” kalangkala, ini ada resep bagaimana cara menjaruk kalangkala (dalam bahasa Banjar):

Cara manjaruk kalangkala:

Bahan-bahannya:
 15 bigi kalangkala
banyu masak nang dingin 1 1/2 galas
uyah sacukupnya
gula pasir sacukupnya

Cara manjaruknya: Banyu masak dingin masukkakan uyah,gula pasir lalu masuk
kakan kalangkala nang sudah dipupuli tangkainya ka dalam
banyu tadi. tutupi wadahnya.lalu simpan, kaina disajiakan
gasan makan siang.

*Semoga Bermanfaat*

Sabtu, 30 April 2011

Mancing Mania: “Berburu Ikan Kapar”


Ikan Kapar (Belongtia hasseltii), adalah sejenis ikan dari suku gurami-guramian (Osphronemidae). Ikan ini juga dikenal dengan nama-nama lain seperti Kakapar, Kopar, Selincah (Bahasa Melayu Sumatera dan Kalimantan), Kumpang (Kalbar) atau Ketoprak, tambakan (dialek Betawi). Di Tempat saya sendiri di Palangka Raya kami menyebutnya ikan Kapar atau ikan Kakapar. Ikan ini terutama banyak hidup di perairan gambut. Ikan ini biasa dikonsumsi secara lokal dan belakangan juga diperdagangkan sebagai ikan hias di beberapa daerah. Tapi di daerah saya sendiri belum ada ikan kapar yang di jual sebagai ikan hias. Karna ikan ini sangat melimpah di Palangka Raya ini. Dalam Bahasa Inggris ikan ini dikenal sebagai Javan combtail atau Malay combtail.



Klasifikasi ilmiah dari ikan Kapar:

Kingdom : Animalia

Filum: Chordata

Kelas: Actinopterygii

Ordo: Perciformes

Famili: Osphoronemidae

Genus: Belontia

Spesies: Belontia hasselti



Penampakan Ikan Kapar:

Ikan yang bertubuh relatif pipih sedikit melebar, panjang total (termasuk ekor) hingga 19,5 cm; sekira 2,5 – 3,5 x tinggi tubuhnya. Moncongnya meruncing seperti sepat, namun juntai ‘cambuk’ sirip perutnya tidak seberapa panjang.

Sirip dorsal (punggung) terdiri dari 16 – 20 jari-jari (duri) keras dan 10 – 13 jari-jari lunak; sirip analnya 15 – 17 dan 11 – 13. Badan berwarna kecokelatan, dengan pinggiran hitam pada tiap-tiap sisiknya. Ekkor dengan pola jala berwarna hitam. Ikan remaja dengan bercak hitam pada pangkal sirip punggung bagian belakang.



Pemanfaatan Ikan Kapar :

Ikan kapar menyebar secara alami di Semanjung Malaya, Singapura, dan Kepulauan Sunda Besar (Sumatera, Kalimantan, dan Jawa, khususnya di sekitar Jakarta). Ikan ini hidup di sungai dan telaga.

Di pedalaman, umumnya ikan kapar ditangkap dengan jala atau dipancing untuk dikonsumsi. Namun belakangan ikan ini juga digemari sebagai ikan hias. Eropa pertama kali menginpor ikan jenis ini pada tahun 1968 dari Singapura, yang dimassukkan ke negara Jerman.



Habitan dan Kebiasaan Ikan Kapar:

Kondisi lingkungan yang cocok untuk ikan kapar adalan air dengan temperatur 22 - 28°C, dan pH 6,5 – 8,0. Jenis ikan ini memiliki kebiasaan tidur yang aneh yaitu diam tak bergerak pada dasar air tempat ia berada, bahkan kadang dalam posisi berbaring sehingga terlihat seperti mati.



Etimologi Ikan Kapar:

Ikan ini dideskripsi pertama kali oleh G. Cuvier dan A. Valenciennes pada tahun 1831, dengan nama Polycanthus hasseltii. Nama spesiesnya diberikan untuk menghormati J.C. Van Hasselt, seorang ahli biologi dan naturalis yang bekerja di Hindia Belanda. Nama marga Belontia (Myers, 1923) dipungut dari belonca atau beloncah, nama lokalnya di sekitar Palembang.


Memancing Ikan Kapar:
Untuk memancing ikan ini sebenarnya tidaklah sulit. Saya biasanya memancingnya dengan menggunakan Joran antena. Joran yang biasa saya gunakan adalah joran dengan ukuran panjang 630 cm. Ukuran senar yang digunakan antara 0,18 – 0,20 mm. Saya biasanya menggunakan senar Falcon dengan ukuran 0,20 mm. Kail yang digunakan berukuran 5 – 8. Biasanya saya menggunakan kail baja Owner ukuran 6. Panjang senar biasanya hanya 1,5 – 3.5 m, tergantung lokasi.

Di Palangka Raya sendiri saya biasanya memancing ikan ini di daerah rawa di sekitar jembatan tumbang nusa (± 40 km dari Kota Palangka Raya) atau bisa juga di daerah danau kereng bangkirai (± 10 km dari pusat kota Palangka Raya).

Ini beberapa hasil pancingan ikan kapar yang saya dapatkan di danau kereng bangkirai:
 

Image 1: Ikan Kapar



Image 2. Ikan Kapar

 Image 3. Hasil Pancingan Ikan Kapar

 Image 4. Hasil Pancingan Ikan Kapar



 Image 5. Ulat Bumbung sebagai umpan memancing ikan kapar

Mancing Ikan Kapar :
Target : Ikan Kapar
Lokasi Target: Danau Kereng bangkirai Palangka Raya.
Joran: Joran Antena panjang 630 cm
Senar: Nilon Falcon diameter 0,20 mm
Kail: Baja Owner nomer 6
Umpan: Ulat Bumbung

Jumat, 22 April 2011

"Indahnya Tugas Negara"



Tidak seperti biasanya saya menulis catatan khusus tentang perjalanan dinas saya ke suatu daerah sebelum-sebelumnya. Tapi kali ini saya entah mengapa merasa begitu tertarik untuk merekam semua kegiatan dinas saya kali ini dari mulai berangkat dari rumah hingga kembali lagi ke rumah. Tadinya tidak terpikir sama sekali oleh saya untuk menulis catatan ini. Karna rencana saya selama berada di tempat bertugas nanti, saya paling tidak akan menyelesaikan beberapa episode novel yang saya tulis.

Catatan saya kali ini tentang perjalanan dinas saya ke Kabupaten Kotawaringin Barat atau tepatnya di Pangkalan Bun atau tepatnya lagi ke daerah yang bernama Pangkut yang merupakan nama salah satu kelurahan yang kebetulan menjadi ibukota Kecamatan Arut Utara. Kecamatan Arut Utara ini sendiri adalah salah satu dari 6 kecamatan yang ada di Kabupaten Kotawaringin Barat, Provinsi Kalimantan Tengah. Lima kecamatan lainnya adalah Kec. Kumai, Kec. Arut Selatan, Kec. Pangkalan Lada, dan Kec. Pangkalan Banteng. Pangkut sendiri sebenarnya dapat dikatakan sebagai daerah di pelosok Pangkalan Bun yang paling terpencil. Mengapa terpencil? Terpencil karena tidak ada akses jalan negara yang dibangun negara khusus menuju daerah itu. Dan satu-satunya jalan untuk menuju ke sana adalah hanya menggunakan jalan-jalan milik perusahaan sawit. Melalui main road (jalan utama) dan Collection Road (jalan koleksi) milik beberapa perusahaan perkebunan sawit.

Tujuan saya sendiri ke daerah Arut Utara ini adalah untuk menjalankan tugas negara sebagai Pengawas Ujian Negara (UN) untuk Sekolah Menengah Atas (SMA) tahun ajaran 2010/2011. Dengan berbekal SK Rektor Universitas Palangkaraya (UNPAR) melalui Lembaga Pengabdian Kepada Masyarakat (LPKM) yang saya pegang, saya ditugaskan untuk mengawasi Ujian Nasional pada SMA Negeri 1 Arut Utara yang ada di Kecamatan Arut Utara atau tepatnya di lokasi yang bernama Pangkut seperti yang sudah saya sebutkan sebelumnya di atas.

 Image 1. SMAN 1 Arut Utara

Awal perjalanan saya dimulai dari kota Palangkaraya dimana saya mukim sekarang ini. Dengan menumpangi sebuah bus antar kabupaten, saya berangkat sore di hari Sabtu 16 April 2011 tepat pukul 17.00 wib. Kebetulan bus yang saya tumpangi penumpangnya full. Semua kursi di bus 24 kursi itu terisi. Pelayanan pihak bus sendiri sangat bagus karna bus yang saya tumpangi adalah bus executive full AC dan dilengkapi layar LCD yang menggantung di atas depan dekat sopir untuk memutar film sebagai hiburan untuk mengurangi rasa jenuh selama dalam perjalanan.

Setiap penumpang diberi satu botol air mineral ukuran sedang dan selembar selimut untuk digunakan kalau para penumpang merasa kedinginan selama perjalanan. Saya sendiri menggunakan selimut itu tapi bukan untuk berselimut, karna selimut itu saya lipat untuk mengganjal leher dan kepala saya di dinding bus dengan maksud leher saya tidak sakit begitu terbangun dari tidur, karna kebetulan posisi duduk saya pada kursi nomor 4 atau tepat di belakang kursi sopir. Namun bus yang 24 kursi itu sepertinya agak sempit dan begitu rapat ketika saya duduk bersebelahan dengan orang yang ada di samping saya. Sangat berbeda dengan bus yang kapasitasnya 45 orang ketika saya dulu pernah bepergian ke Kota Balikpapan Kalimantan Timur yang begitu lega. Ditambah lagi orang yang duduk di sebelah saya adalah sorang perempuan. Saya sebenarnya lebih suka kalau yang duduk di sebelah saya adalah seorang laki-laki. Soalnya enak saja kalau di ajak ngobrol berbagai hal tentunya. Dan selama perjalanan malam itu tidak ada pembicaraan di antara kami. Hanya sekali saja saya bicara padanya yaitu pada saat saya mengatakan kalau mau tidur, kursinya itu bisa dimiringkan ke belakang. Karna kecilnya tempat duduk di bus itu, akibatnya saya harus menahan tubuh terutama kaki saya untuk tidak tersandar ke tubuh dan kaki perempuan itu kalau saya tidur. Dan akibatnya pinggang saya rasanya agak sedikit sakit sesaat setelah saya terbangun dari tidur saya karnanya.

Dengan menempuh perjalanan selama hampir 12 jam, saya akhirnya tiba di Kota Pangkalan Bun tepat pukul 04.45 wib pada hari Minggu pagi. Setelah sebelumnya bus yang saya tumpangi singgah dua kali yaitu di daerah yang bernama Parenggean pada pukul 20.00 wib untuk makan malam dan kemudian singgah lagi di Kota Sampit pada pukul 22.00 wib untuk laporan supir bus yang saya tumpangi ke kantor cabang POnya di Sampit. Selama kurang lebih setengah jam di kantor cabang itu saya sempatkan untuk sholat maghrib dan isya yang saya jama’ di waktu isya, karna sebelumnya sudah saya niatkan sesaat sebelum berangkat menuju Pangkalan Bun di Palangkaraya untuk menjama’nya, karna dengan begitu sholat jama’ saya akan sah. Dan kemudian bus yang saya tumpangipun melanjutkan lagi perjalanan menuju Kota Pangkalan Bun.

Bus yang saya tumpangi akhirnya behenti tepat di depan kantor cabang PO nya di Kota Pangkalan Bun. Namun pintu kantornya masih dalam keadaan tertutup. Karna kantor tersebut baru buka pada pagi harinya. Dan sayapun akhirnya menuju Mesjid yang bernama Mesjid Nurul Qalby yang kebetulan berjarak hanya kurang lebih 50 meter dari kantor PO bus itu untuk sholat shubuh. Setelah agak pagian sedikit saya berencana menelpon salah satu sahabat saya yang bernama Maman di Pangkalan Bun untuk sekedar minta informasi seputar lokasi yang akan saya tuju selanjutnya. Sahabat saya yang bernama Maman ini sebenarnya sudah lama saya kenal. Kami berteman sejak tahun 1999. Karna kebetulan rumah kami di Palangkaraya agak berseberangan. Dan kami dulu sering pergi untuk mancing bersama. Menerobos keluar masuk hutan untuk menuju danau atau rawa dimana menjadi lokasi kami memancing di daerah pinggiran Kota Palangkaraya, hingga akhirnya sahabat saya Maman ini menikah dan pindah mukim di Pangkalan Bun hingga sekarang ini.

Sesaat setelah saya menelpon sahabat saya Maman ini, iapun datang menemui saya di Mesjid dimana saya rehat sebentar. Kepada sahabat saya ini saya mengatakan kalau saya berencana mau ke Dispora Kabupaten Pangkalan Bun dulu pagi ini. Karna saya ingin berkoordinasi terlebih dahulu dengan pihak Dispora sekaligus saya melaporkan tentang kedatangan saya. Dan saya pikir mungkin Kantor Dispora akan buka untuk kerja lembur di hari Minggu ini oleh karna ada kegiatan ujian nasional pada hari Seninnya. Dengan diantar motor Maman sahabat saya ini saya bersamanya menuju Kantor Dispora Kab. Pangkalan Bun. Karna kebetulan dari hasil pencarian googling saya di internet saya mendapatkan alamat dimana kantor itu berada. Tetapi begitu sampai di kantor Dispora itu ternyata tidak ada aktivitas sedikitpun dan pintu pagar masuknyapun masih terkunci. Dan akhirnya Maman mengajak saya untuk rehat sebentar ke rumahnya karna saya pikir mungkin kalau saya ke kantor ini agak siangan nanti sudah ada aktifitas di dalamnya.

Di rumah sahabat saya Maman saya disambut oleh isterinya. Dan mereka mempersilahkan saya kalau memang untuk sekedar istirahat atau mandi sementara menunggu waktu siangan dikit. Kebetulan tubuh ini rasanya lengket semua setelah berada di dalam bus semalaman.
--------------------------------

Waktu sudah menunjukkan pukul 08.30 wib. Saya sudah beberapa kali menelpon ke Kantor Dispora, Nomor telpon yang juga saya dapatkan dari hasil googling. Tapi tidak juga mendapat jawaban. Dan akhirnya saya pikir lebih baik saya pergi saja langsung menuju lokasi Arut Utara dimana tempat saya bertugas. Dan akhirnya dengan diantar motor Maman sahabat saya, saya diantar menuju pangkalan travel yang biasa berangkat menuju lokasi Kec. Arut Utara atau tepatnya daerah yang bernama ‘Pangkut’.

Pukul 09.00 wib saya tiba di pangkalan travel tersebut. Dan sahabat saya Mamanpun langsung pamit meninggalkan saya di pangkalan tersebut. Dan iapun berpesan kalau nanti saya sudah selesai tugas saya untuk tidak segan menghubunginya lagi. Dan saya sangat berterima kasih sekali atas kebaikannya yang mau meluangkan waktunya membantu saya selama di Pangkalan Bun ini.

Pangkalan travel itu sebenarnya tidak resmi karna memang tidak ada angkutan dan trayek resmi menuju Kec. Arut Utara tersebut khususnya ke Pangkut. Tapi sebagian besar orang-orang yang tempat bekerja mereka di pangkut sudah terbiasa menggunakan jasa travel (masyarakat Pangkut menyebutnya taksi) itu untuk mengantar mereka ke daerah tesebut.

Dari obrolan saya dengan orang yang sedang duduk di pangkalan itu yang namanya adalah ‘Lian’, seorang lelaki yang umurnya kira-kira lebih muda 3 tahun dari saya ternyata adalah sopir dan pemilik mobil travel kijang krista yang akan berangkat ke Pangkut, bahwa mobil akan berangkat sekitar pukul 10.00 wib, sambil menunggu penumpang yang lain. Kebetulan saya adalah penumpang pertama yang ikut di mobilnya hari ini. Jadi saya bisa memilih untuk duduk di depan. Kebetulan sekali saya pikir. Karna saya akan lebih leluasa nantinya untuk melihat jalan dan situasi menuju kecamatan di Kab. Kotawaringin Barat ini. Dan tepat pukul 10.45 wib saya berangkat dengan mobil travel itu menuju Pangkut setelah sebelumnya kami harus menjemput beberapa penumpang lain di seputar Kota Pangkalan Bun.
-------------------------------------------------

Kondisi jalan Negara sebelum kami memasuki jalan milik perusahaan sawit yang kami lalui ternyata tidak semulus jalan-jalan yang ada di Kota Pangkalan Bun. Sebagian jalan banyak terdapat lobang-lobang yang cukup besar. Sehingga mobil travel kami hampir tidak ada pilihan jalan lain untuk dilalui dan mau tidak mau harus melalui jalan yang berlubang-lubang itu. Menurut Iyan, sopir mobil travel yang saya tumpangi itu, penyebab jalan yang rusak itu adalah karna jalan itu kerap kali dan menjadi jalan utama dari truk-truk pengangkut buah kelapa sawit, truk CPO, dan truk-truk perusahaan pertambangan biji besi. Dan hal ini tentunya masyarakat tidak bisa serta merta menyalahkan truk-truk perusahaan tersebut. Karna perusahaan-perusahaan tersebut sudah menyetor pajak kepada daerah, akibatnya perbaikan jalan sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pemda setempat. Dan sebenarnya tidak ada jalan negara untuk menuju ke Pangkut itu. Oleh karenanya kami menggunakan jalan-jalan milik beberapa perusahaan kebun sawit. Melalui main road (jalan utama) dan collection road (Jalan koleksi) milik perusahaan sawit. Karna sebelumnya untuk menuju ke Pangkut itu dulu dengan menggunakan perahu cepat yang disebut perahu speed yang memakan waktu kurang lebih 3 jam menyusuri sungai Arut. Tetapi semenjak adanya jalan-jalan milik perusahaan, maka perjalanan lewat sungai sudah tidak pernah dilakukan lagi. Perjalanan dari Pangkalan Bun menuju Pangkut sendiri memakan waktu lebih dari 3 jam dengan menempuh jarak kurang lebih 100 km dari Kota Pangkalan Bun. Dari hasil obrolan saya dengan salah satu penduduk setempat, kalau sebenarnya Kec. Arut Utara ini adalah kecamatan yang paling senior diantara kecamatan-kecamatannya. Tapi ironisnya katanya belum ada satupun jalur jalan negara yang dibangun oleh pemerintah untuk menuju ke Kec. Arut Utara ini.

Ternyata perjalanan melalui jalan-jalan kebun sawit cukup mengasyikan juga karna di kiri kanan jalan yang tampak adalah kebun-kebun sawit milik beberapa perusahaan yang menanamkan investasinya di Pangkalan Bun. Namun sebagian juga ada beberapa diantaranya adalah milik penduduk setempat.

Image 2. Jalan menuju ke Pangkut

Image 3. Jalan menuju ke Pangkut

Dan tepat pukul 14.00 wib saya tiba di Pangkut. Yang kalau menurut saya Pangkut adalah daerah yang dikelilingi oleh ribuan hektar kebun sawit. Dengan bantuan Lian, sopir travel yang saya tumpangi, saya dicarikan tempat penginapan untuk menginap selama paling tidak empat malam di Pangkut ini, karna ujian nasional yang harus saya awasi akan berlangsung selama 4 hari dari Senin sampai Kamis. Iyanpun membawa saya ke asrama milik kecamatan setempat. Karna katanya asrama itu biasa diperuntukkan untuk tamu yang datang ke Kecamatan ini. Tapi setelah kami sampai ke asrama itu ternyata asrama itu tidak lagi diperuntukkan untuk tempat menginap tamu luar daerah yang datang. Tetapi fungsinya sudah dipermanenkan menjadi rumah dinas pegawai yang bekerja di kecamatan setempat. Hingga akhirnya kamipun harus mencari tempat penginapan alternatif yang lain. Dari hasil pencarian kami ternyata ada satu buah rumah salah satu penduduk yang memiliki beberapa kamar untuk bisa diinapi. Kamar tersebut berada di lantai atas dari rumah itu. Sedangkan pada lantai pertama rumah itu digunakan pemiliknya sebagai toko untuk menjual alat-alat pertukangan dan sekaligus menjadi tempat tinggal pemiliknya yang terletak agak masuk ke dalam. Namun menurut sang pemilik rumah itu sebenarnya kamaar yang berada di atas itu belum siap untuk diinapi. Karna tidak ada fasilitas seperti ranjang dan tilam ada disana. Tapi saya tetap meminta kepada pemilik rumah itu untuk tetap bisa menginap di rumah itu meskipun saya harus tidur di lantai sekalipun. Dan pemilik rumah itupun akhirnya membolehkan saya untuk menginap di salah satu kamar di lantai atas itu meski saya harus menerima konsekuensi ‘ketidaknyamanan’ yang ada di kamar tersebut. Dan pemilik penginapan itu mengatakan bahwa di sini tidak tersedia fasilitas untuk mandi dan mencuci. Dan satu-satunya untuk menghandel semua itu adalah saya harus melakukannya di sungai yang ada tidak jauh dari penginapan itu. Dan sungai itu bernama sungai Arut.

Sayapun mencoba melihat kondisi sungai yang ada dan turun ke bawah untuk melihat keadaan air sungai. Dan Ya Tuhan, ternyata air sungainya sangat keruh dan warnanyapun kuning bercampur material tanah liat yang berwarna kuning. Saya, mau tidak mau harus ke sungai ini untuk MCK dan juga mengambil air wudhu. Hanya untuk menyikat gigi saja saya harus menggunakan air kemasan yang saya beli di kios di sekitar penginapan. Ditambah lagi dengan kebiasaan penduduk sekitar yang dengan mudahnya membuang sampah di bantaran sungai. Saya tadinya membuang sampah saya di tempat sampah berupa kardus bekas yang disediakan oleh pemilik penginapan. Tapi ternyata sampah yang ada di kardus bekas itu setelah penuh akhirnya oleh pemilik penginapan dibuang juga ke bantaran sungai. Saya melihatnya sendiri di sore hari ketika saya mau mandi di sungai. Karna sampah itu akhirnya dibuang ke sungai, saya mau tidak mau mengumpulkan sampah saya sendiri untuk saya bawa pada saat saya akan kembali dalam perjalanan pulang ke Palangkaraya, atau setidak-tidaknya di dalam perjalanan kembali nanti ada tempat pembuangan sampah untuk membuang sampah-sampah saya. Saya rasanya tak tega saja untuk menambah ‘penderitaan’ sungai itu kalau saya membuang sampah saya ke sungai itu.

Image 4. Sungai Arut

Sore itu saya mandi di sungai itu karna di pinggir sungai itu tersedia Lanting (Terbuat dari beberapa batang pohon yang besar dan di atasnya di beri lantai papan lengkap dengan ‘Jamban umum” (WC Umum, red) karna tubuh ini rasanya sudah sangat tidak nyaman. Dan sayapun mandi dengan air sungai itu dan berharap kulit saya tidak menjadi gatal-gatal karna mandi dengan air yang keruh itu. Rasanya saya seperti tidak mandi meskipun saya baru saja mandi. Dan alhamdulillah tidak ada rasa gatal pada tubuh saya setelah mandi di sungai itu.

Image 5. Lanting dengan Jamban di atasnya

--------------------------------------------

Pada pukul 17.30 wib, hari sudah memasuki waktu  maghrib di Pangkut. Setelah saya selesai dengan sholat maghrib saya, sayapun menuju warung makan yang tepat berada di seberang penginapan saya. Tidak banyak menu makanan yang ada di warun g itu. Malam itu hanya ada dua pilihan yaitu ayam+lodeh tahu dan telur+lodeh tahu. Sayapun memesan makanan ayam+lodeh tahu. Dan setelah orang yang punya warung itu mengantarkan makanan yang saya pesan, sayapun mecoba mencicipi makanan itu. Kalau ayam+lodeh tahu yang saya makan itu sebenarnya enak saja. Tapi tidak dengan nasinya. Nasi yang disuguhkan oelh orang di warung makan itu rasanya sangat dingin. Tak ada kehangatan pada nasi itu. Ini ada hubungannya dengan kondisi kelistrikan di Pangkut ini yang akan saya ceritakan secara tersendiri dalam catatan ini. Dan ditambah lagi nasi itu dari beras pulen yang saya tidak begitu terbiasa dengan beras yang pulen. Karna saya terbiasa dengan beras siam unus untuk makan sehari-hari. Jadi ada tiga hal pada makanan itu yang membuat saya kurang begitu nyaman menyantapnya. Pertama berasnya pulen, kedua nasinya begitu dingin, dan ketiga ternyata lodeh tahunya lumayan pedas. Padahal saya tidak suka dengan makanan pedas. Tapi demi jangan sampai perut ini kosong, saya memaksakan mulut ini untuk menelan makanan itu. Mungkin tak sampai 10 sendok makanan yang bisa saya telan. Dan akibatnya makanan itupun tak mampu saya habiskan. Dan sayapun akhirnya harus menstok beberapa kotak susu kotak sebagai penambah gizi yang seharusnya masuk ke tubuh saya.

Air teh yang saya minum di warung itupun cuma beberapa hirup saya minum. Kalau seandainya diukur dengan meteran mungkin tak sampai 2 cm permukaan air di gelas teh itu berkurang. Karna rasa air teh itu di mulut saya sangat khas rasa air sungai yang di ambil di sungai di sekitar daerah itu. Air sungai yang begitu keruh. Atau nmungkin saja warung makan tempat saya itu menggunakan air sungai untuk konsumsi minum sehari-hari. Padahal sebelumnya kata mereka sungai itu cukup jernih. Tapi semenjak adanya penambangan emas baik oleh penduduk setempat dan beberapa perusahaan pertambangan besar di daerah itu, air sungai itu menjadi keruh. Dan saya juga sebenarnya sangat khawatir kalau-kalau air sungai itu banyak mengandung mercuri atas sisa herbisida dari pembukaan lahan kebun kelapa sawit oleh perusahaan sawit. Maka sejak saat itu saya tidak lagi berani meminum air teh di warung makan itu dan saya ganti dengan air mineral saja.
----------------------------------                                                                 

Keadaan sarana listrik di daerah Pangkut ini ternyata tidak tersedia sepanjang hari. Listrik hanya mengalir dari pukul 5 sore hingga pukul 12 malam. Sedangkan pada siang harinya tidak ada aliran listrik di daerah Pangkut itu, kecuali pada hari minggu listrik akan menyala dari pukul 5 pagi hingga pukul 12 siang. Dari keterangan yang saya peroleh dari salah seorang guru yang kebetulan ia adalah penduduk asli di pangkut itu, katanya alasan PLN mendesain listrik seperti sekarang ini karena penduduknya dulu masih sedikit. Namun seiring waktu yang berjalan ternyata pertumbuhan penduduk semakin padat. Terutama dengan hadirnya para pendatang yang mulai bermukim di sana. Tapi tidak ada satupun rencana desain ulang oleh pihak PLN untuk kelistrikan di Pangkut itu. Saya tidak dapat membayangkan bagaimana kehidupan sekolah-sekolah dan perkantoran di pangkut ini. Sebagai contoh pada sekolah SMA Negeri 1 Arut Utara dimana saya bertugas sebagai pengawas. Bagaimana sekolah itu bisa menstandarkan pendidikannya dengan standar nasional, sedangkan sekolah itu  dituntut harus mengikuti UN dengan standar nasional. LCD Proyektor saja sekolah itu tidak punya, hanya 2 buah PC dan 2 laptop yang mereka punya. Untuk kebutuhan listrik untuk operasional 2 komputer sekolah itu saja mereka menggunakan harus Ganset. Berapa lagi beban sekolah untuk membeli bahan bakar Ganset itu. Hal ini bagi saya sangat ironis memang. Karna Kecamatan Arut Utara ini adalah Kecamatan yang paling ‘senior’ dibanding kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Pangkalan Bun ini. Entah mengapa sepertinya tidak ada sama sekali perhatian pemerintah daerahnya dalam mengatasi masalah ini. Di sisi lain Pemda menuntut sekolah agar siswa-siswanya bisa lulus maksimal.

Dengan keadaan listrik yang seperti ini berarti saya ‘wajib’ mencharger kedua ponsel saya pada malam hari. Karna kedua ponsel saya itu sangat saya perlukan untuk aktivitas saya selama di Pangkut ini. Terlebih di siang hari. Salah satu dari ponsel itu biasa saya gunakan untuk membuka citra satelit melalui google maps untuk melihat keadaan daerah itu dari satelit. Dan ini cukup menguras baterai ponsel saya. Sedangkan ponsel saya yang satunya untuk sarana saya menelpon dan sms. Tak terkecuali juga dengan netbook saya. Agar semua sarana pribadi saya itu bisa berfungsi maksimal di siang harinya.

Untuk sarana jaringan telekomunikasi di Pangkut ini cukup memadai meski kadang sinyal operator di ponsel saya terlihat turun naik bahkan kadang hilang sama sekali. Terhitung ada tiga operator yang berjalan di sana yaitu Telkomsel, Indosat, dan XL. Kebetulan saya menggunakan operator telkomsel di ponsel saya. Kalau sekedar menelpon atau sms masih lancar. Tapi kalau saya browsing dengan ponsel saya kadang sinyal putus nyambung. Modem yang biasa saya gunakan untuk online di netbook sayapun harus saya setting ke ‘gprs only” dari yang tadinya ‘3G only” karna di daerah ini belum masuk layanan 3G oleh operatornya. Meskipun cuma dengan setting ‘gprs only’, tapi lumayan juga, tidak lelet-lelet amat, meski kadang terjadi ‘problem connection’ pada modem telkomsel saya. Dan jangan harap bisa mengupload data dengan cepat kalau hanya mengandalkan settingan modem ‘gprs only’. Citra satelit yang saya buka lewat ponselpun lumayan cepat dan tepat dimana posisi saya berada.
----------------------------------

Pada hari Senin tanggal 18 April 2011, pukul 04.30 wib alarm di ponsel saya berbunyi. Saya sengaja mengatur alarm pada waktu itu karna saya harus segera mandi ke sungai dimana keadaan belum begitu terang. Masalahnya kalau saya harus mandi pada pukul 04.00 wib, keadaan lanting di sungai itu sangat gelap karna tidak ada aliran listriknya. Dan sayapun MCK di lanting itu sampai selesai. Tadinya saya pikir kalau di lanting itu cuma saya yang menggunakannya. Tapi ternyata lanting dan jamban umum itu memang digunakan secara umum oleh penduduk yang ada di sekitar lanting itu. Tidak laki-laki tapi juga para wanita penduduk di situ juga MCK disana. Untung saja saya mandi pada saat hari masih gelap. Coba kalau saya baru mandi agak siangan sedikit, saya tidak bisa membayangkan kalau saya harus mandi bercampur dalam satu lanting dengan para wanita yang juga mandi di lanting itu. Yang bagi penduduk setempat mungkin hal itu sudah menjadi hal yang biasa.

Tepat pukul 07.00 wib, saya berangkat dari penginapan saya lengkap dengan atribut pengawas saya seperti papan nama yang saya gantungkan di saku kanan baju saya dan berkas isian yang harus saya isi pada saat ujian nasional berlangsung juga tentunya tidak lupa saya bawa serta. Saya sendiri sebenarnya tidak tahu dimana posisi SMA Negeri 1 Arut Utara itu berada. Karna saya tidak sempat berkoordinasi dengan Dispora Kota Pangkalan Bun. Jadi saya hanya melihat lewat citra satelit dimana posisi sekolah itu berada. Saya hanya sempat bertanya pada salah satu penduduk di sana kemana arah jalan untuk mencapai ke sekolah itu.

Dari citra satelit terlihat posisi sekolah itu tidak begitu jauh jaraknya dengan penginapan saya. Dan saya memutuskan hanya dengan berjalan kaki ke sekolah itu. Tapi di luar dugaan saya ternyata jalan menuju ke sekolah itu topografinya berbukit dan cukup melelahkan juga menapaki jalan menuju ke sekolah itu. Dan ternyata yang namanya SMA Negeri 1 Arut Utara itu terletak di atas bukit yang kalau saya lihat dari data gps di ponsel saya ketinggiannya mencapai lebih dari 100 m dpl. Dan akhirnya saya harus menyusuri jalan yang menanjak dengan kemiringan kira-kira 30°.  Untung saja sepatu yang saya gunakan adalah sepatu outdoor, jadi cukup membantu saya untuk tidak terjadi slip di jalan yang menanjak itu. Dan akhirnya dengan cukup melelahkan saya tiba juga di sekolah itu dengan keringat yang membasahi tubuh dan wajah saya. Untung saja pada hari-hari berikutnya ada seorang guru yang bernama Pak Jajar yang antar jemput saya dari penginapan ke sekolah.

Image 6. Jalan menanjak menuju SMAN 1 Arut Utara

Image 7. Jalan menanjak menuju SMAN 1 Arut Utara

Di sekolah itu saya di sambut oleh beberapa orang guru dan dipersilahkan untuk duduk di tempat yang sudah mereka sediakan. Tak lama kemudian sang kepala sekolah datang dengan membawa soal dan Lembar Jawaban UN yang beliau ambil dari Kantor Polsek setempat. Nama Kepala Sekolah itu adalah Pak Drs.Matius YN. Dan sayapun menyodorkan surat tugas saya kepada beliau sebagai pemberitahuan bahwa saya memang ditugaskan untuk mengawas di sekolah tersebut. Mengapa mengambil soal dan lembar jawaban di Polsek? Hal ini karena SMA Negeri 1 Arut Utara berada sangat jauh dengan Dispora Pangkalan Bun (100 km dari Pangkalan Bun). Jadi semua soal dan lembar jawaban di drop dan disimpan di Kantor Polsek. Dan nanti setelah semua UN selesai akan mereka bawa ke Dispora Pangkalan Bun. Hal ini berbeda ketika posisi sekolah berada di Kota Pangkalan Bun karna hasil ujian bisa langsung diantar ke Dispora setiap harinya.

Ada beberapa kejadian yang cukup menggelikan saya ketika para guru di sekolah itu menyapa saya. Salah satu diantara mereka bertanya pada saya; “Kuliah dimana?”. Rupanya salah satu guru itu mengira kalau saya adalah seorang mahasiswa yang ditugaskan untuk mengawasi UN disekolah ini. Dan sayapun harus menjelaskan kalau saya bukan seorang mahasiswa, tapi saya adalah salah satu staf dosen di Universitas Palangkaraya di Kota Palangkaraya. Agak terkejut juga guru itu. Mungkin ia melihat ‘penampakan’ saya yang memakai celana jeans dan tas ransel di pundak saya dengan baju lapangan  yang biasa saya pakai dan ditambah lagi dengan kaki saya yang terbungkus sepatu outdoor. Karna saya memang tidak begitu suka dengan pakaian formal. Yang lebih menggelikan lagi adalah ketika ada salah satu guru lainnya malah menyakan kepada saya; “Dari Borneo ya Pak?”. Rupanya guru itu mengira saya berasal dari LSM Borneo. Dan sayapun menjelaskan dengan penjelasan yang sama ketika saya menjelaskan tentang saya sebenarnya kepada guru yang lain sebelumnya.
----------------------------------------------

Hari Senin 18 April 2011 tepat pukul 08.00 wib semua siswa memulai ujian nasionalnya. Dan biasanya dari pengalaman saya mengawas UN, pada hari pertama ini akan datang para pengawas lain juga termasuk aparat setempat. Dan benar saja, hari itu sekolah dikunjungi oleh Kapolsek, Camat, hingga Lurah setempat. Dan itu cukup membuat kantor menjadi agak ramai dengan kehadiran mereka. Tapi di hari kedua, ketiga dan keempat, yang hadir di sekolah itu hanya pengawas dari Dispora Pangkalan Bun, dua orang Polisi, dan saya sendiri. Ujian Nasional yang diselenggarakanpun berjalan sangat tertib dan lancar. Tidak ada kejadian yang luar biasa yang terjadi pada saat UN berlangsung.
--------------------------------------------------

Kecamatan Arut Utara sendiri terdiri dari 10 dessa dan 1 kelurahan. Dan 1 kelurahan itu adalah kelurahan Pangkut ini. Kelurahan Pangkut sendiri terbagi menjadi dua karna terpisah oleh sungai Arut. Penduduk setempat menyebut penduduk yang berada di seberang sungai itu sebagai ‘Penduduk seberang’ yang merupakan penduduk asli pangkut yang beragama Hindu kaharingan. Sedangkan penduduk dimana saya berada adalah kebanyakan para pendatang. Semua perkantoran seperti Kantor Camat, Kantor Lurah, Polsek, dan juga sekolah SD, SMP, dan SMA, ada di daerah dimana saya berada. Agama yang dipeluk penduduknyapun beragam. Ada Muslim dan Nasrani. Karna di situ ada satu buah Mesjid dan satu buah Gereja GKE. Puskesmas kecamatan juga ada di pangkut ini. Tapi pasar tidak ada di Pangkut ini.

Mata pencaharian penduduk Pangkut kebanyakan adalah sebagai penambang emas, meski ada juga sebagian dari penduduknya berprofesi sebagai pedagang, pegawai negeri. Sebagian kecil diantara mereka juga ada yang memiliki kebun sawit dengan luasan tidak terlalu luas. Bisa dikatakan antara 10 – 50 ha. Dulu mata pencaharian mereka adalah mengambil hasil hutan berupa kayu dan juga mencari ikan. Pada awalnya mereka memang mempunyai tanah yang sangat luas. Namun tanah-tanah mereka itu mereka jual kepada perusahaan sawit setempat dengan harga yang sangat murah tentunya. Cerita dari salah seorang penduduk di sana, sekitar tahun 2006 harga tanah hanya dihargai 250 ribu per Ha. Berbeda dengan kondisi sekarang bisa berkisar antara 3 – 15 juta per Ha, tergantung lokasi dimana tanah itu berada. Dan sekarang penduduk Pangkut sebagian besar hanya sebagai penonton saja. Mereka baru sadar kalau ternyata sawit sangat menguntungkan. Sementara tanah yang mereka miliki sudah hampir habis.

Tidak seperti penduduk pribumi yang lainnya. Penduduk Pangkut sepertinya tidak berdaya menghadapi sikap ‘arogan’ para perusahaan sawit. Dari hasil pembicaraan saya dengan salah satu penduduk di sana bahwa tidak jarang lahan mereka dijual oleh sesama penduduk di sana kepada perusahaan. Sesama mereka saja sudah seperti itu. Padahal tanah itu sudah memiliki SKT (Surat Keterangan Tanah). Dan ternyata permasalahan tanah di sana sesungguhnya sangat kompleks.

Keadaan anak-anak sungai di Pangkut cukup jernih. Tapi menurut cerita salah satu guru di sekolah itu, sekarang ikan-ikan sudah banyak berkurang karna pencarian dengan alat setrum dan racun kerap terjadi.  Saya heran saja kok tega-teganya ada yang mencari ikan dengan meracun. Kalau di tampat saya Kota Palangkaraya, separah-parahnya mencari ikan paling dengan alat setrum atau kalau tidak dengan tuba. Tidak ada orang yang mencari ikan dengan menggunakan racun (menuangkan herbisida ke dalam sungai) di Palangkaraya. Racun yang digunakan ternyata adalah herbisida yang biasa digunakan untuk mematikan rumput di lahan-lahan sawit. Menurut salah seorang penduduk di sana. Masyarakat mulai mengenal racun (Herbisida) itu sejak adanya pembukaan lahan-lahan  sawit oleh beberapa perusahaan sawit di sana.

Dulu di daerah Pangkut ini untuk mendapatkan ikan gabus (Haruan) dengan bobot 1 – 2 kg sangat mudah. Begitu juga dengan ikan Tauman (Sejenis gabus) yang berbobot 5 – 10 kg juga melimpah. Hal ini akibat banyaknya ikan-ikan kecil seperti seluang yang mati karna setrum dan peracunan itu. Padahal ikan seluang itulah yang menjadi makanan ikan haruan dan tauman. Jadi dulu bisa dikatakan kalau ikan-ikan di Pangkut terkenal besar-besar.

Akibat berubahnya kondisi lingkungan seperti itu menyebabkan bergesernya pola makan fauna di daerah itu. Seperti contoh adalah buaya. Dulu buaya di sana tidak perlu turun lebih jauh ke hilir untuk mencari makan, karna makanan di hulu masih melimpah. Sekarang habitat mereka semakin terjepit oleh adanya pembukaan lahan sawit dan pertambangan emas di sana. Jadi jangan heran kalau di daerah sini sering terjadi penyerangan buaya terhadap manusia. Dulu katanya pernah terjadi penyerangan buaya terhadap salah satu buruh sawit yang sedang bekerja. Ukuran buaya di sana tidak tanggung-tanggung. Bisa mencapai 15 meter panjangnya.
-------------------------------------------------

Tanaman budidaya yang ada di Pangkut ini cukup beragam. Adalah durian yang terkenal di daerah Pangkut ini. Tapi sayang sekali saat saya bertugas di Pangkut ini belum memasuki musim durian. Kata penduduk di sana dua bulan lagi baru musim di sini. Dari cerita penduduk di sini harga durian kalau sudah musimnya hanya 10 ribu dapat 4 buah durian. Dan biasanya akan banyak pemburu durian yang membeli durian di sini untuk dijual di Pangkalan Bun dan daerah sekitarnya dengan harga yang jauh lebih tinggi. Selain durian, saya sempat juga melihat ada penduduk yang menanam lada. Tapi katanya hasilnya tidak memuaskan.

Sebenarnya potensi pertanian khususnya palawija atau hortikultura sangat potensial untuk dikembangkan di sini. Tapi kembali lagi, karna lahan sudah banyak yang di tanami sawit, maka lahan-lahan untuk itu sangat sedikit. Untuk keperluan sayur saja penduduk di sana mengunggu orang luar yang membawa sayur dengan keranjang yang dipautkan pada motor.
Ternak sapi juga potensial untuk dikembangkan di sini ternyata. Karna ada beberapa penduduk yang beternak sapi di Pangkut ini.
--------------------------------------------------

Kamis, 21 april 2011. Hari terakhir UN dilaksanakan di SMAN 1 Arut Utara. Yang berarti selesai juga tugas saya untuk mengawas pelaksanaan UN di sekolah ini. Selama pelaksanaan UN berlangsung di sekolah ini berjalan dengan tertib dan lancar. Tidak ada kejadian-kejadian yang luar biasa yang terjadi. Saya hanya menyempatkan sedikit waktu bicara kepada siswa-siswa SMA itu. Sedikit memberikan pencerahan kepada mereka kalau mereka lulus nanti untuk segera melanjutkan ke perguruan tinggi. Saya hanya berpesan bahwa siapa lagi yang akan membuat Pangkut ini menjadi maju kalau tidak mereka. Harus ada sarjana-sarjana yang berasal dari pangkut ini yang kembali untuk membangun daerah Pangkut ini. Saya katakan kalau mereka lulus dan tetap berdiam di sini, karakter mereka tidak akan bisa berkembang. Karena mereka hanya berputar dalam karakter masyarakat yang sama. Mereka harus keluar dari daerah ini untuk mengembangkan potensi mereka dan untuk melihat dunia yang lain dengan karakter masyarakat yang lebih beragam. Dan saya meninggalkan beberapa pamflet tentang Jurusan Budidaya Pertanian dimana saya bekerja sebagai dosen sehari-harinya. Dan berharap mereka mempunyai minat untuk belajar disana.

Semoga hasil UN kali ini memuaskan bagi semua pihak. Persentase kelulusan juga meningkat. Karna biar bagaimanapun mereka adalah anak-anak bangsa yg masih panjang dalam menuju perjalanan cita-citanya. Merekalah nanti yg akan menggantikan generasi kita sekarang ini.
-------------------------------------------------

Tepat pukul 11.00 wib saya berangkat menuju agen bus di daerah yang bernama Pangkalan Banteng dengan diantar oleh salah seorang guru yang mengajar di SMAN 1 Arut Utara yang bernama Pak Dedy. Kebetulan hari itu Pak Dedy memang mau turun ke Pangkalan Bun karna isteri beliau berdomisili di Pangkalan Bun. Dan sekitar pukul 12.30 wib saya tiba di agen bus yang akan berangkat menuju Palangka Raya tersebut. Sementara menunggu bus yang akan singgah menjemput saya di agen itu, karna bus akan lewat sekitar pukul 17.30 wib, saya pikir lebih baik saya mandi saja dulu di kamar mandi yang memang sudah disediakan oleh agen itu. Begitu masuk ke kamar mandi itu rasanya mata ini segar sekali karena selama lima hari saya tidak pernah melihat air sejernih pada air di bak mandi itu. Begitu selesai mandi rasanya saya baru saja mandi setelah lima hari tidak mandi.

Dan tepat pukul 17.30 wib, bus yang akan saya tumpangipun datang dan saya langsung naik untuk melanjutkan perjalanan saya untuk pulang ke Palangkaraya. Tepat pukul 03.45 wib Jum’at subuh saya tiba di Kota Palangkaraya dengan selamat tanpa kurang suatu apapun.
-----------------------------------------------------------

Tugas negara kali memang agak berat. Tapi saya menganggapnya seperti berpetualang saja. Sehingga tugas yang berat ini menjadi sama sekali tidak menjadi berat. Bahkan menjadi indah. Begitu banyak hal-hal baru yang saya dapatkan kali ini. Saya jadi lebih banyak mengenal berbagai karakter sifat manusia dan juga karakter alamnya. Dan ternyata karakter orang itu berbeda-beda di setiap daerah. Dan yang pasti perjalanan saya kali ini begitu sangat menginspirasi bagi saya. Untuk tahun-tahun ke depan entah dimana lagi saya akan ditugaskan. Tapi dimanapun nanti saya akan bertugas, saya pasti akan siap untuk berpetualang lagi.

“Terima kasih kepada semua sahabat saya yang sudi membaca tulisan singkat ini. Semoga bisa memberi inspirasi terutama bagi saya sendiri”
------------------------------------------------------------

Ucapan terima kasih kepada :
1.      Prof.Dr.Joni Bungai, M.Pd. (Ketua LPKM Universitas Palangkaraya, Terima kasih Prof, atas kepercayaan yang diberikan kepada saya untuk menjalankan tugas negara ini)
2.      Drs.Matius, YN (Kepala Sekolah SMAN 1 Arut Utara, Pangkalan Bun, Terima kasih Pak, atas keramahannya)
3.      Pak Anis (DISPORA, Ketua Tim Pengawas UN Kota Pangkalanbun, Terima kasih Pak atas keramahannya)
4.      Pak Jajar (Terima kasih Pak, atas bantuannya mengantarjemput saya dari dan ke sekolah – penginapan selama saya bertugas mengawas UN di SMAN 1 Arut Utara)
5.      Pak Dedy (Terima kasih Pak, atas bantuannya membonceng saya dari Pangkut hingga sampai ke agen perwakilan Bus yang akan membawa saya ke Palangkaraya. Bagi saya itu adalah perjalanan pulang yang sangat mengesankan)
6.      Pak Bayu (Terima kasih sobat, kalau saja saya bisa lama berada di Pangkut, saya ingin sekali bersama sobat berpetualang menjelajahi sungai-sungai di Pangkut)
7.      Semua Dewan Guru SMAN 1 Arut Utara (Atas segala keramahannya)
8.      Sahabat saya Maman & isteri (Terima kasih sobat atas segala bantuannya selama saya di Pangkalan Bun)